Yang Terakhir
"Mainkan satu lagu lagi, ya?"
Naoki memiringkan kepalanya untuk menatap Shizuru. "Lagi? Kau yakin?"
"Mm," angguk Shizuru. "kumohon..."
Naoki menghela napas. Lalu, tangannya mulai menggesek senar biola. Melodi lembut mulai terdengar. Melodi itu terangkai menjadi satu lagu yang sangat Shizuru kenal. First Love. First Love milik Utada Hikaru.
Naoki, kau masih ingat. Shizuru berkata dalam hatinya. Gadis itu tersenyum.
"Naoki, ajarkan aku main biola, ya?" Shizuru tersenyum sambil mengelus biola. "Aku ingin bisa memainkan lagu kesukaanku."
"Shizuru, kau ini," desah Naoki pelan. "kau harusnya mencari guru saja. Aku ini belum mahir, masih amatir."
Gadis itu terdiam sejenak.
"Lagipula, kalau aku sudah mahir, aku bisa terkenal."
Gadis itu masih diam. Ia menatap ke arah biola lagi. "Setidaknya kau bisa bermain untukku, kan?"
"Apa? Apa katamu?"
Shizuru tersentak. Tanpa sadar ia telah menyuarakan pikirannya. "Tidak, tidak." ia mengibaskan tangannya dengan cepat. "A-aku keluar sebentar, ya."
Shizuru beranjak pergi, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh lagi.
"Apa?" Naoki menatapnya sambil bersiap merapikan biola. "Ada apa lagi?"
"Naoki, kalau suatu saat..." Shizuru berpikir sejenak. "kalau suatu saat kau mau bermain untukku, tolong. Tolong mainkan lagu First Love-nya Utada Hikaru. Aku suka lagu itu."
Gadis itu lalu keluar. Ia menghela napas dalam. Tiba-tiba saja, ia merasa kepalanya agak pusing. Ia pun mulai melangkah menjauh. Namun, terdengar lagu yang sangat ia kenal. Bahkan, ia hafal. Ia tersenyum. First Love. Ada yang memainkannya. Dan Shizuru tahu siapa itu. Naoki. Naoki bermain untuknya.
Shizuru kembali ke ruangan itu. Tapi, ia enggan masuk. Ia mengintip dari celah pintu, Naoki. Ia bersandar di pintunya. Ia menikmati melodi yang terangkai. Indah. Indah sekali. Tanpa sadar, gadis itu tersenyum. Tapi, tak lama, senyum itu hilang. Gadis itu terduduk di lantai.
Ia merasakan sakit kepala yang hebat! Ia linglung. Gadis itu berusaha berdiri. Tapi, ia terlalu lemah untuk itu. Ia merasa berat untuk berdiri. Sejurus kemudian, Shizuru merasa ada yang mengalir keluar dari hidungnya. Ia menyekanya.
"Da...rah?" bisiknya. Ia mengerjap. Mimisan! Shizuru mimisan!
Gadis itu berusaha berdiri. Percuma. Kepalanya membuat bumi seakan berputar. Di mana orang-orang? Koridor kosong? Oh, iya. Gadis itu ingat. Ini sudah lewat jam pulang sekolah.
Shizuru mulai putus asa.Akhirnya, ia mengetuk pintu ruangan di belakangnya. Ruangan tempat ia dan Naoki sempat mengobrol. Suara biola terhenti. Terganti dengan suara langkah kaki yang bergerak mendekati pintu. Pasti Naoki.
"Ya? Ada a..." Naoki menunduk. Ia kaget melihat Shizuru ada di sana. "Shizuru?! Astaga! Kenapa kau bi-astaga! Kau mimisan! Shizuru, ada apa denganmu?"
Shizuru menatapnya lemah. Lalu menggeleng.
"Shizuru, kau kuat berdiri, kan? Apa yang sakit?" Naoki menyentuh pipi Shiziri dengan lembut. "Ka-kau pucat."
"Kepala...kepalaku sakit, Naoki." bisiknya. Ia mengerahkan seluruh tenaganya.
Laki-laki itu tersentak mendengarnya. "Shizuru, kau har-Shizuru! Shizuru, bertahanlah!"
Gadis itu mengerjap dua kali. Lalu, ia merasa semuanya gelap. Gelap, juga sunyi...
"Shizuru, kau menangis!"
Gadis itu tersadar. Lalu, ia mendongak. Naoki sudah selesai bermain. Sekarang, laki-laki itu sedang menatap lurus padanya.
Naoki menghampiri Shizuru dan menyentuh pipinya lembut. Menhapus butiran kecil yang ada di sana. "Ada apa? Ada yang sakit?"
Shizuru menggeleng cepat. "Tidak apa-apa." gadis itu tersenyum samar. "Aku hanya mengingat saat pertama kali kau bermain untukku."
"Eh? A-anu, itu..."
"Oh, iya," Shizuru melanjutkan. "itu juga saat pertama kali kita tahu bahwa ternyata aku sakit, kan? Leukimia..."
Air muka Naoki tampak berubah.
"Dokter bilang, aku berusia paling lama 2 sampai 4 bulan setelah itu. Tapi itu cuma praduga konyol, ya? Buktinya aku bisa bertahan sampai 3 tahun. Haha, do..."
Naoki menyentuh bibir Shizuru perlahan. "Kau gusar? Kau...kau harus sembuh. Pasti sembuh! Kumohon...kumohon jangan pesimis. Kau pasti sembuh! Percayalah padaku."
Shizuru memalingkan wajahnya. Bisakah? Itumustahil, Naoki. Penyakitku tidak ada obatnya. Kau pun pasti tahu. Naoki, percayalah! Aku tidak bisa sembuh.
Malam pun tiba, Naoki masih menemani Shizuru. Mungkin laki-laki itu menginap. Sebab, Shizuru tak ingin Naoki pulang. Untungnya, Shizuru di rawat di rumah. Jadi tak perlu khawatir akan mengganggu pasien lain.
Naoki menyentuh bibir Shizuru perlahan. "Kau gusar? Kau...kau harus sembuh. Pasti sembuh! Kumohon...kumohon jangan pesimis. Kau pasti sembuh! Percayalah padaku."
Shizuru memalingkan wajahnya. Bisakah? Itumustahil, Naoki. Penyakitku tidak ada obatnya. Kau pun pasti tahu. Naoki, percayalah! Aku tidak bisa sembuh.
"Shizu..." Naoki berbisik. "Tidak ada yang mustahil. Kau pasti sembuh."
Shizuru mendongak. Laki-laki itu tesenyum. Gadis itu akhirnya ikut tersenyum. Dan saat itu-entah apa yang membuat-gadis itu berpikir, waktunya tinggal beberapa jam.
Malam pun tiba, Naoki masih menemani Shizuru. Mungkin laki-laki itu menginap. Sebab, Shizuru tak ingin Naoki pulang. Untungnya, Shizuru di rawat di rumah. Jadi tak perlu khawatir akan mengganggu pasien lain.
"Naoki," bisik Shizuru. "percaya tidak?"
"Apa?"
"Ini adalah malam terakhirku bersamamu."
"A-apa?! Haha, pasti bercanda, Lucu sekali!" dengus Naoki kesal.
"Tidak," Shizuru tersenyum. "Aku serius."
Naoki membelalakkan matanya. Ia merasa badannya lemas. "Kau...kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau..." lidah Naoki terasa kelu. Ia tak mampu berkata lagi.
"Kau mau bermain biola untukku, kan? Pasti menyenangkan sekali! Mendengar permainan biolamu di saat terakhir. Kaukan maestro." Shizuru berusaha mencairkan kebekuan Naoki.
Tapi, laki-laki itu tak tertawa. Ia membisu, Diam menatap gadis lemah yang tersenyum menatapnya. Sedetik, dua detik, tiga detik, Naoki tetap tak memberi respon apapun. Laki-laki itu gemetar. Ia merasa perih di hatinya.
"Naoki," panggilan itu seakan menyengatnya hatinya. "kau mau melakukannya, kan? Aku suka melihatmu saat bermain biola-maksudku-astaga, kau sangat keren, kau tahu? Aku..aku suka kamu, Naoki."
Naoki terkesiap. Tapi ia tetap tak berkata apa-apa.
"Tenang saja." lanjut Shizuru. "Aku akan selalu mendengar permainanmu, kok! Benar. Pasti, Naoki. Pasti."
Shizuru terenyuh. Tanpa sadar, ia menangis. Walau, senyum masih terlukis di bibir mungilnya itu. Itu membuat Naoki tambah gemetar dan merasa sakit. Sadar atau tidak, yang pasti Shizuru sudah ada di pelukannya dan mendengar ia membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu membeku sesaat.
"Jadi, apa lagu terakhir yang ingin kumainkan untukmu?" Naoki berbisik sambil menyentuh biolanya.
Shizuru terkesiap, lalu tersenyum tipis. "Kau pasti tahu, apa?"
"Kau mau memintaku untuk memainkan lagu Michael Jackson, kan? Kau..kau penggemar beratnya. Betul?" Naoki tersenyum.
"Mm," Shizuru mengangguk sambil tersenyum lebar. "One Day In Your Life tepatnya. Kau hebat!"
Naoki tersenyum lagi. Laki-laki itu lalu mengalunkan melodi indah. Lagu itu memang sedih, tapi sangat enak di dengar. Sadar atau tidak, gadis yang sedang terbaring di dekatnya mulai memejamkan mata.
"Naoki," Shizuru bergumam sebelum ia kehilangan seluruh kesadarannya. "terima kasih. Selamat tinggal. Akan kuingat kata-katamu. Terlebih saat kau memelukku."
Naoki tersentak. Ia menoleh pada Shizuru. Gadis itu tersenyum. Tapi Naoki tahu, jiwanya sudah pergi. Naoki ikut tersenyum melihatnya. Iapun merapikan biolanya. Ia kecup kening gadis itu. Lalu, pergi ke luar kamar.
Shizuru, aku mencintaimu.


Comments
Post a Comment