He's Gone
Aku menatap rumah itu untuk yang kesekian kalinya. Sudah sekitar dua tahun rumah itu sunyi. Selama itulah aku menguatkan diri untuk melupakan Takuto, sahabatku. Walau aku tak pernah tau kemana dan mengapa keluarganya pergi.
-------------
"Saya, mau kemana?" tanya Takuto. Aku menoleh padanya yang sedang mengejarku.
"Mau ke rumah Kyoko." jawabku.
"Masamura? Mau apa ke sana?" tanyanya lagi.
"Nih!" ujarku kesal sambil menunjukkan komik yang ku pegang. Ia mengangguk-angguk.
"Abis itu kau mau kemana?" ia kembali bertanya. Aku tak menjawab, aku hanya terus berjalan. "Nanti jangan kabur ya, Saya. Ada yang ingin kukatakan padamu"
Aku mengangguk. Ia lalu menggandeng tanganku. Kami pun berjalan beriringan. Tak ada sepatah kata yang kami keluarkan satu sama lain hingga sampai di rumah Kyoko.
"Tok, tok, tok." aku mengetuk pintu rumah Kyoko. Tak lama. Kyoko pun kelar menyambutku dan Takuto.
"Wah, Saya dan Yoshirou. Ada apa?" sapanya.
"Aku ingin mengembalikan komik ini. Terima kasih ya." ujarku. Ia tersenyum lalu mengangguk.
"Ayo, masuk. Mau main apa?" tawarnya.
"Maaf, Masamura." sela Takuto. "Kami ada urusan. Tak apa, kan?"
Kyoko tampak berpikir sebentar. Ia lalu mengangguk-angguk seperti orang bijak. Setelah itu, kami berpamitan dan segera pergi.
"Eh, Takuto, kita mau kemana?" tanyaku. Ia tak menjawab. Kami hanya terus berjalan. Ia membawaku pada taman bermain tempat biasa kami bermain.
"Takuto, mau apa ki..." ucapanku terhenti, sebab Takuto sudah memandangku dengan pandangan yang, ah... Dan tiba-tiba saja ia sudah mendekapku erat.
"He, hei! Apa yang kau lakukan?" seruku sambil berusaha melepaskan peluknya. Tapi, ia malah mempererat pelukannya itu.
Tak lama pun, ia melepaskanku. Aku menghembuskan nafas lega. Baru saja ingin kumarahi dia, tapi aku kaget. Wajah Takuto merah padam! Aku panik. Tanpa sadar aku sudah mengelus pipinya. Takuto kaget.
"Kau itu kenapa? Aneh sekali." tanyaku lembut sambil memegang pipinya. Ia memegang tanganku. Lalu mendekatkan wajahnya pada wajahku dan ia memberiku ciuman manis di bibir. Cukup lama. Setelah selesai ia memegang kedua tanganku.
"Nakata Saya, maukah kau menjadi pacarku?" tanyanya. Mataku terbelalak mendengarnya. "Saya?"
"Ehem, be, begini ya..." aku mulai salah tingkah. "Bukannya aku tidak mau, tapi..."
"Tapi apa, Saya?" tanyanya.
"Aku lebih senang menjadi sahabatmu. Tak apa, kan?" jawabku hati-hati. Raut kecewa jelas terlihat pada wajah Takuto. Namun kemudian, ia mengangguk.
"Terima kasih, Takuto, Oiya, hampir saja..." seruku sambil mengeluarkan sesuatu. "Nih, tadi aku pikir akan ku berikan setelah mampir dari rumah Kyoko. Tapi, malah ketemu di jalan. Happy birthday, my prince!"
"Ap, apa? Terimakasih, ya" ujarnya. Aku mengangguk.
"Oke, ini sudah malam. Aku harus pulang. Besok aku akan merayakan ulang tahunmu. Hanya kita berdua! Jangan lupa ya! Jam 7 malam! Aku tunggu di sini." ujarku. Ia mengangguk sambil tersenyum ragu. Aku pun berlari meninggalkannya.
Sudah setengah jam aku menunggu ia datang. Tapi, ia tak kunjung datang juga. Padahal, sudah kusiapkan kue yang kubuat spesial untuknya. Kuputuskan untuk menunggunya satengah jam lagi. Ternyata ia tak nampak. Akhirnya, aku berjalan menuju rumahnya. Betapa kagetnya aku, rumahnya sepi! Aku memanggil nama Takuto berkali-kali. Tapi, hening yang ada di dalam sana. Aku menyerah. Dan aku pun pulang dengan hati kecewa.
-------------
Pun sampai sekarang, genap 2 tahun sudah sejak hari menghilangnya Takuto. Sampai saat ini pun aku tetap menunggunya. Tak sengaja, kulihat ke kotak pos rumah Takuto. Instingku mengatakan untuk membukanya. Aku menemukan satu amplop. Mungkin itu adalah surat yang dikirim untuk keluarga Takuto. Aku membukanya. Aku terperanjat, sebab isi dari surat itu adalah:
10 Maret 2007
Like a stalker,
Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Sudah 10 tahun kupendam perasaan ini. Selama itulah, aku merasa harus yakin dengan hatiku ini. Apa yang akan terjadi bila kuutarakan perasaan ini? Apakah Saya juga menyukaiku? Apa aku harus terus memendam perasaanku? Saya, aku sayang padamu. Besok akan kukatakan itu!
Yoshirou Takuto
Hatiku sesak. Itu Takuto tulis sehari sebelum ulang tahunnya. Perlahan tangisku mulai pecah, Kulipat surat itu dan kubawa pulang. Sekali lagi, ku menoleh pada rumahnya. Dan bergumam, "Takuto, aku sayang kamu juga. Tolong, kembalilah. Aku mohon. Janganlah hilang, Takuto..."


Comments
Post a Comment